FAKTA “SEPUTAR PENEMU TANGGA NADA SOLMISASI”

FAKTA “SEPUTAR PENEMU TANGGA NADA SOLMISASI”



Sahabat Biola Kita, kita pasti tahu dengan nada Do Re Mi Fa Sol La Si Do atau yang biasa disebut sebagai tangga nada. Nah, ternyata sejarah tentang penemuan tangga nada tersebut cukup menarik. Ada beebrapa versi yang dipercaya sebagai data paling akurat mengenai penemu tangga nada solmisasi tersebut. Bentuk fisik notasi musik yang paling tua dapat ditemukan dalam papan runcing yang dibuat di Nippur, Irak pada sekitar 2000 SM. Papan ini merupakan instruksi fragmentaris untuk melakukan musik, bahwa musik itu terdiri dalam harmoni pertiga dan ditulis menggunakan skala diatonis.

Berita terbaru yang cukup mengejutkan mengatakan bahwa tangga nada yang kemudian menjadi dasar dari notasi musik ini ternyata ditemukan oleh para ilmuwan Muslim. Fakta penting ini diungkapkan pertama kali oleh Jean Benjamin de La Borde, seorang ilmuwan dan komponis Perancis, dalam bukunya Essai sur la Musique Ancienne et Moderne (1780). Dalam bukunya ini La Borde secara alfabet menyebut notasi musik yang diciptakan oleh sarjana Muslim. Notasi itu terdiri atas silabels (yang kita kenal sebagai solmisasi) dalam abjad Arab, yaitu Mi Fa Shad La Sin Dal Ra. Menurut La Borde, notasi abjad Arab ini kemudian ditransliterasikan oleh ilmuwan Eropa ke dalam bahasa Latin, yang entah bagaimana diklaim sebagai himne St. John.

Transliterasi ini digunakan pertama kali oleh pemusik Italia Guido Arezzo (995-1050) yang terkenal dengan teori Guido’s Hand-nya. Program British Channel 4 yang menayangkan acara sejarah musik mengatakan bahwa Guido-lah pencipta sistem solmisasi, tanpa sedikit pun mengungkapkan fakta temuan oleh ilmuwan Muslim. Namun, La Borde tidak sendirian. Komposer Eropa lain, Guillaume-André Villoteau (1759-1839), mengambil sikap seperti La Borde, yakni mengakui bahwa solmisasi adalah ciptaan orang-orang Islam.

Metode notasi diperkenalkan oleh Guido d’Arezzo, seorang pendeta Italia yang hidup dari tahun 991 hingga1033. Guido inilah yang akhirnya dipertimbangkan sebagai penemu musik. Metode yang ia gunakan merupakan awal dari perkembangan notasi musik yang digunakan hingga saat ini. Ia menggunakan enam not yang kita gunakan pada skala mayor saat ini. Ia mengajarkan penggunaan suku kata solmisasi berdasarkan sebuah himne untuk pembaptis Santo Yohanes, yang dimulai Ut Queant Laxis dan ditulis oleh sejarahwan Lombard, Paul Deacon. Bait pertama adalah :
1. Ut queant laxis
2. resonare fibris,
3. Mira gestorum
4. famuli tuorum,
5. Solve polluti
6. labii reatum,
7. Sancte Iohannes.

Guido pun menggunakan suku kata awl dari setiap baris, Ut, Re, Mi, Fa, Sol dan La, untuk membaca notasi musik dalam bentuk heksakord, mereka bukanlah nama not dan masing-masing bisa tergantung pada konteksnya dan diterapkan pada not apapun. Pada abad ke 17, Ut dirubah di kebanyakan negara kecuali Perancis. Ut dirubah menjadi Do, yang diambil dari nama seorang teoris Itali yakni Giovanni Battista Doni. Si, yang berasal dari S dari Sancte dan I dari Iohannes, dimasukkan ke dalam solmisasi modern.

La Borde melakukan penelitian dengan cara membanding-bandingkan antara notasi yang berasal dari Guido’s Hand dengan notasi berabjad Arab. La Borde sampai pada kesimpulan bahwa Guido’s Hand tidak lebih contekan Guido Arezzo dari sistem notasi yang ditemukan oleh sarjana Muslim.
“Secara fisik, tampilan solmisasi berabjad Arab itu berfungsi sebagai model yang ditiru oleh Guido Arezzo,” tulis La Borde. Ia kemudian membuat monograf yang menampilkan perbandingan yang kritis antara model solmisasi temuan ilmuwan Muslim dan solmisasi yang dibuat Guido Arezzo yang kemudian diakui sebagai notasi musik hingga kini.

Notasi Arab
Notasi Arab digunakan sejak abad ke-9, yaitu ketika ahli-ahli musik Muslim seperti Yunus Alkatib (765) dan Al-Khalil (791), peletak dasar sistem persajakan dan leksikografi Arab, yang diikuti oleh Al-Ma’mun (wafat 833) dan Ishaq Al-Mausili (wafat 850), memperkenalkan sistem notasi dalam bermusik dalam bukunya yang terkenal di Barat, Book of Notes and Rhythms dan Great Book of Songs, selain Kitab Al-Mausiqul Kabir-nya Ibn Al-Farabi (872-950).

Temuan Al-Ma’mun dan Al-Mausili diteliti dan dikembangkan oleh Abu Yusuf bin Ishaq Al-Kindi (801-874), Yahya ibn Ali ibn Yahya (wafat 1048), Ahmad Ibn Muhammad As-Sarakhsi (wafat1286), Mansur Ibn Talha bin Tahir, Thabit ibn Qurra (wafat 1288), dan ilmuwan Muslim lainnya. Dominucus Gundissalinus (wafat 1151) dan The Count Souabe Hermanus Reichenau, dua ahli musik Barat, meneliti dan mengembangkan temuan Al-Kindi. Selain itu, teori-teori musik yang diciptakan Ibnu Sina dan Ibnu Rushd juga berpengaruh pada perkembangan musik Eropa sebagaimana teori-teori mereka dalam ilmu kedokteran.

Sebelum Guido Arezzo mengklaim notasi musik dengan Guido’s Hand-nya, teori musik telah berkembang pesat di Spanyol melalui Ziryab (789-857), pemusik andal dan ahli botani yang hijrah dari Baghdad, dan Ibn Firnas (wafat 888) yang memperkenal musik oriental kepada masyarakat Spanyol dan mengajarkannya untuk pertama kali di sekolah-sekolah di Andalusia.
Guido, Murid Constantine Afrika

Soriano, seorang peneliti musik asal Spanyol, mengungkapkan fakta tentang Guido Arezzo. Pemusik yang dianggap sebagai penemu notasi musik itu mempelajari Catalogna, sebuah buku teori musik berbahasa Latin yang memuat temuan-temuan di bidang musik oleh ilmuwan Muslim.

Hunke, peneliti lain, menulis bahwa notasi abjad Arab yang membentuk notasi musik ditulis dalam Catalogna pada abad ke-11 dan diterbitkan di Monte Cassino, sebuah daerah di Italia yang pernah dihuni oleh komunitas Muslim dan tempat yang pernah disinggahi Constantie Afrika, ilmuwan Muslim asal Tunisia yang masuk ke Italia melalui Salerno. Salah satu ilmu yang diajarkan oleh Constantine Afrika kepada orang-orang barbar dan terbelakang di Salerno adalah musik. Semua terjemahan yang dilakukan Constantine Afrika terhadap buku-buku temuan ilmuwan Muslim memang menjadi acuan para pelajar Eropa.

Apalagi, Constantine juga membuka kesempatan kepada mereka untuk belajar ke Spanyol, yang ketika itu sedang diramaikan oleh kuliah musik dengan guru besar para ilmuwan/musikus Muslim seperti Ziryab dan Ibn Farnes. Banyak pelajar lulusan sekolah musik di Spanyol berasal dari Italia, salah satunya adalah Gerbert Aurillac (wafat 1003), yang kemudian dikenal sebagai peletak dasar musik di negara-negara Eropa dan melahirkan banyak pakar musik Barat.

Orang-orang Yunani dan Romawi keduanya tidak memiliki gambar notasi, mereka menggunakan huruf alfabet untuk menyimbolkan not. Dari merekalah maka kita juga menggunakan huruf A hingga G untuk mewakilkan not yang juga umum digunakan di banyak negara. Notasi yang menggunakan huruf ini terkadang disebut dengan Notasi Boethian. Nama Boethian diambil dari Boethius yang merupakan seorang penulis Romawi yang hidup pada abad ke 5. Boethius berada pada zaman Kaisar Theodoric, ia dituduh melakukan makar dan dieksekusi pada tahun 524 SM. Ia merupakan orang pertama yang mendokumentasikan penggunaan huruf sebagai nama notasi.

Versi tentang siapa sesungguhnya penemu notasi solmisasi ini tetap menjadi perbincangan, namun apapun itu kita patut berterimakasih karena siapapun penemunya kini kita bisa menikmati music dan memainkannya dengan jauh lebih mudah hingga tercipta harmonisasi yang merdu dalam musik
lalu siapa penemu notasi balok?

Notasi musik lahir pada tahun 590 yang disebut Notasi Gregorian. Penemuan notasi itu ditemukan oleh Paus Agung Gregori. Padahal di masa itu, musik mengalami kegelapan dan tidak peninggalan tertulis yang bisa dibaca.

Semasa hidupnya, Paus Gregori telah menyalin ratusan lagu-lagu Gereja dalam Notasi Gregorian. Notasi ini menggunakan empat garis sebagai balok not, tetapi belum ada notasi iramanya (hitungan berdasarkan perasaan dari penyanyi yang bersangkutan). Di sini sifat lagu masih sebagai lagu tunggal atau monofoni.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »